Kata “realistic”
merujuk pada pendekatan dalam pendidikan matematika yang telah dikembangkan di
Belanda selama kurag lebih 35 tahun. Pendekatan ini mengacu pada pendapat
Freudenthal (dalam Hamidah, 2007:8) yang mengatakan bahwa matematika harus
dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia.
Gravemeijer (dalam Sembiring, 2010:44) juga menambahkan bahwa kata “realistic”
merujuk pada kegiatan nyata sehari-hari. Sehingga RME dapat dikatakan sebagai
pengajaran matematika yang berdasarkan pada masalah praktis yang ada dalam
kehidupan nyata sehahi-hari. Menurut Freudenthal (dalam Wijaya, 2012:20),
kebermaknaan makna matematika merupakan konsep utama dari RME. Proses belajar
siswa hanya akan terjadi jika pengetahuan yang dipelajari bermakna bagi siswa.
Pendekatan inilah yang kemudian dikenal dengan istilah Realistic Mathematics Education (RME). Pendekatan RME ini diperkenalkan
oleh Freudenthal di Belanda pada tahun 1971.
Pendekatan RME mengenal adanya istilah matematisasi yaitu suatu proses
untuk mematematikakan suatu fenomena dan bisa juga diartikan membangun suatu
konsep matematika dari suatu fenomena (Wijaya, 2012:41-42). Treffers (dalam
Fauzan, 2002:38) menjelaskan bahwa tahap formalisasi termasuk pemodelan,
simbolisasi, skematisasi dan mendefinisikan dan generalisasi adalah
langkah-langkah untuk memahami dalam akal pikiran. Dengan menyelesaikan masalah
kontekstual dalam pendekatan realistic siswa akan belajar untuk menyelesaikan
masalah kontekstual secara matematis. Proses inilah yang disebut matematisasi.
Treffers (dalam Van den Heuvel, 1996:11) membagi proses matematisasi menjadi
dua, yaitu
1. Matematisasi Horisontal
Matematisasi
horisontal dapat diartikan sebagai pemodelan situasi berdasarkan pengalaman
nyata ke dalam matematika (Yenni dan Andre, 2003:5).
Menurut Wijaya (2012:43), proses matematisasi dapat dicapai melalui
kegiatan seperti: (1) identifikasi matematika dalam suatu konteks umum; (2)
skematisasi; (3) formulasi dan visualisasi masalah dalam berbagai cara; (4)
pencarian keteraturan dan hubungan; (5) transfer masalah nyata ke dalam model
matematika.
2. Matematisasi Vertikal.
Matematisasi vertikal dapat diartikan sebagai proses untuk
mencapai tingkat yang abstraksi yang lebih tinggi dalam matematika (Yenni dan
Andre, 2003:5). Menurut Wijaya (2012:43), proses matematisasi vertikal terjadi
melalui serangkaian kegiatan seperti: (1) representasi dari suatu relasi ke
dalam suatu rumus atau aturan; (2) pembuktian keteraturan; (3) penyesuaian dan
pengembangan model matematika; (4) penggunaan model matematika yang bervariasi;
(5) pengombinasian dan pengintegrasian model matematika; (6) perumusan suatu
konsep matematika baru; (7) generalisasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar