TEORI-TEORI PEMBELAJARAN
Makalah
Ini Disusun Guna Melengkapi Tugas
Mata
Kuliah: Psikologi Pendidikan
Dosen
Pengampu: Kurniana Bektiningsih
Rombel:
46
Disusun
Oleh:
Joni Maryanto 1401409008
Anita Yuniarti Nurjanah 1401409077
Devi Puspitarini 1401409215
Lutfi Maulina 1401409089
Yuli Purwati 1401409188
Vida Safira 1401409122
PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kegiatan
pengolahan informasi yang berlangsung didalam kognisi itu akan menentukan
perubahan perilaku seseorang. Bukan sebaliknya, jumlah informasi atau stimulus
yang mengubah perilaku. Oleh karena itu, teori belajar kognitif menekankan pada
cara-cara seseorang menggunakan pikirannya untuk belajar, mengingat, dan penggunaan
pengetahuan yang telah diperoleh dan disimpan di dalam pikirannya secara
efektif. Agar peserta didik mampu melakukan kegiatan belajar, maka dia harus
melibatkan diri secara aktif.
Setiap
informasi yang masuk ke dalam alat penginderaan itu sebagian ada yang
diabaikan, dan ada yang masuk ke dalam alat penginderaan tanpa disadari. Namun
ada sebagian informasi yang disimpan sebentar di dalam memori dan kemudian
dilupakan.Dan ada pula informasi yang disimpan lebih lama, boleh jadi sampai
akhir hayatnya.
B.
Rumusan
Masalah
a) Bagaimana
pandangan teori kognitif tentang belajar?
b) Apa
yang dimaksud dengan teori pengolahan informasi tentang belajar?
c) Apa
yang dimaksud dengan teori konstruktivisme?
C.
Tujuan
a) Menjelaskan
pandangan teori kognitif tentang belajar
b) Menjelaskan
teori pengolahan informasi tentang belajar
c) Menjelaskan
pengertian dari teori konstruktivisme
A.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pembelajaran
Menurut Aliran Behavioristik
Aliran
psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan
teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar. Menurut aliran ini, pembelajaran adalah upaya membentuk
tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan, agar terjadi
hubungan antara lingkungan dengan tingkah laku pembelajar. Oleh karena itu
pembelajaran ini disebut juga pembelajaran perilaku.
Teori belajar menurut aliran ini
adalah: (1) hasil belajar tidak disebabkan oleh kemampuan internal manusia
tetapi karena faktor stimulus yang menimbulkan respon; (2) agar hasil belajar
optimal, maka stimulus harus dirancang sedemikian rupa sehinga mudah direspon
siswa; (3) siswa akan memperoleh hasil belajar apabila dapat mencari hubungan
antara stimulus dan respon tersebut.
Aplikasi
teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran adalah bahwa pembelajaran yang
dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan
adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur
dengan rapi, sehingga belajar adalah pemerolehan pengetahuan, sedangkan
mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang
yang belajar atau pebelajar. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang
sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh
pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian
halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu
membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para
pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan
standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para
pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya
pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak
teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi
dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan
ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut
bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga
terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu
untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena
teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan
teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada
aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan
dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih
banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam
penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang
pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai
penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang
berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh
sistem yang berada di luar diri pebelajar.
Tujuan
pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas yang menuntut pebelajar untuk
mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan,
kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampilan
yang akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran
mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan
evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi
menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang
benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan
guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.
Dalam teori pembelajaran perilaku
mencakup beberapa aspek yaitu:
1. Perlu diberikan penguatan untuk
meningkatkan motivasi belajar.
2. Pemberian penguatan bisa berupa
penguat sosial (pujian), aktivitas (mainan) dan simbolik (uang, nilai).
3. Hukuman dapat digunakan sebagai alat
pembelajaran tapi perlu hati-hati. Hukuman dapat dipikirkan sebagai alat
pendidikan terakhir setelah anak melakukan kenakalan, namun pada pelaksanaannya
pendidik tidak boleh sambil marah atau dendam.
4. Kesegeraan konsekuensi. Perilaku
belajar yang segera diikuti konsekuensi akan lebih berpengaruh.
5. Pembentukan. Pendidik dikatakan
telah melakukan pembentukan bila memberikan penguatan dalam pengajarannya.
Penerapan prinsip pembelajaran
menurut aliran behavioristik secara umum sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan instruksional
2. Menganalisis lingkungan kelas
termasuk identifikasi perilaku masukan peserta didik
3. Menentukan materi pelajaran
4. Memecahkan materi pelajaran menjadi
bagian kecil-kecil
5. Menyajikan materi pelajaran
6. Memberikan stimulus seperti
pertanyaan, latihan, tugas-tugas
7. Mengamati dan mengkaji respon
peserta didik
8. Memberikan penguatan
9. Memberikan stimulus baru
B.
Pembelajaran
Menurut Aliran Kognitif
Tiga tokoh penting dalam pengembangan
pembelajaran menurut aliran kognitif adalah Piaget, Bruner dan Ausubel.
1. Jean Piaget
Piaget memiliki asumsi dasar
kecerdasan manusia dan biologi organism berfungsi dengan cara yang sama.
Keduanya adalah sistem terorganisasi yang secara konstan berinteraksi dengan
lingkungan.
Pengetahuan merupakan interaksi
antara individu dengan lingkungan. Outcome dari perkembangan kognitif adalah
konstruksi dari schema kegiatan, operasi konkret dan operasi formal.
Komponen perkembangan kognitif adalah asimilasi dan akomodasi, yang diatur
secara seimbang. Memfasilitasi berpikir logis melalui ekperimentasi dengan
objek nyata, yang didukung boleh interaksi antara peer dan guru. (Schema adalah
struktur terorganisasi yang merefleksikan pengetahuan, pengalaman, dan harapan
dari individu terhadap berbagai aspek dunia nyata).
Piaget mengemukakan tiga prinsip
utama pembelajaran , yaitu (1) Belajar aktif, (2) Belajar lewat interaksi social, (3) Belajar
lewat pengalaman sendiri.
a
Belajar Aktif
Proses
pembelajaran adalah proses aktif, karena pengetahuan terbentuk dari dalam
subyek belajar. Untuk membantu perkembangan kognitif anak, kepadanya perlu
diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak belajar sendiri,
misalnya: melakukan percobaan sendiri; memanipulasi symbol-simbol; mengajukan
pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri; membandingkan penemuan sendiri
dengan penemuan temannya.
Jadi
prinsip belajar aktif yaitu Menciptakan suatu
kondisi belajar yang memungkinkan siswa belajar sendiri.
b
Belajar lewat interaksi social
Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan
terjadinya interaksi di antara subyek belajar. Menurut Piaget belajar bersama
baik dengan teman sebaya maupun orang yang lebih dewasa akan membantu
perkembangan kognitif mereka. Karena tanpa kebersamaan kognitif akan berkembang
dengan sifat egosentrisnya. Dan dengan kebersamaan khasanah kognitif anak akan
semakin beragam.
Didalam prinsip ini
pembelajaran yang dapat dilakukan yaitu Menciptakan suasana yang memungkinkan
adanya interaksi antar siswa
c
Belajar lewat pengalaman sendiri
Dengan menggunakan pengalaman nyata
maka perkembangan kognitif seseorang akan lebih baik daripada hanya menggunakan
bahasa untuk berkomunikasi. Berbahasa sangat penting untuk berkomunikasi namun
jika tidak diikuti oleh penerapan dan pengalaman maka perkembangan kognitif
seseorang akan cenderung mengarah ke verbalisme.
Pembelajaran disekolah hendaknya
dimulai dengan memberikan pengalaman-pengalaman nyata dari pada dengan
pemberitahuan-pemberitahuan, atau pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya harus
persis seperti yang diinginkan pendidik. Disamping akan membelenggu anak, dan
tiadanya interaksi social, belajar verbal tidak menunjang perkembangan kognitif
anak yang lebih bermakna.
2. Brunner
Brunner menyatakan bahwa dalam belajar ada empat hal pokok
yang perlu diperhatikan yaitu peranan pengalaman struktur pengetahuan, kesiapan
mempelajari sesuatu, intuisi, dan cara membangkitkan motivasi belajar. Maka
dalam pengajaran di sekolah Brunner mengaukan bahwa dalam pembelajaran
hendaknya mencakup:
a
Pengalaman-pengalaman optimal untuk mau dan dapat belajar
Pembelajaran dari segi siswa adalah
pembelajaran yang membantu siswa dalam hal mencari alternative pemecahan
masalah. Dalam mencari pemecahan masalah melalui penyelidikan dan penemuan
serta cara pemecahannya dibutuhkan adanya aktivitas, pemeliharaan dan
pengarahan. Artinya dalam pembelajaran dibutuhkan pengalaman-pengalaman untuk melakukan
sesuatu dengan tujuan mempertahankan pengalaman-pengalaman yang positif. Karena
itulah diperlukan arahan dari guru agar siswa tidak banyak melakukan kesalahan.
Maka guru harus memberikan kesempatan sebaik-baiknya agar siswa memperoleh
pengalaman optimal dalam proses belajar dan meningkatkan kemauan belajar.
b
Perstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal
Pembelajaran hendaknya dapat memberikan struktur yang jelas
dari suatu pengetahuan yang dipelajari anak-anak. Struktur pengetahuan
mempunyai tiga cirri yang mempengaruhi kemampuan untuk menguasainya.
1) Penyajian (made of representation)
Penyajian dilakukan dengan cara enaktif, ikonik dan
simbolik. Cara penyajian enaktif ialah melalui tindakan yang bersifat
manipulative. Dengan cara ini anak akan mengetahui suatu aspek dari kenyataan
tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata, jadi berupa penyajian kejadian lampau
melalui respon motorik yang didasarkan pada belajar tentang respon-respon dan
bentuk-bentuk kebiasaan.
Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal.
Penyajiannya dengan sekumpulan gambar-gambar
yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan sepenuhnya
konsep itu.
Cara penyajian simbolik. Perpindahan dari penggunaan
penyajian ikonik ke penggunaan penyajian simbolik didasarkan pada system
berfikir abstrak, arbriter dan lebih fleksibel. Penyajian simbolik dibuktikan
oleh kemauan seseorang lebih memperhatikan proporsi atau pernyataan daripada
objek.
2) Ekonomis
Dalam penyajian suatu pengetahuan akan dihubungkan dengan
sejumlah informasi yang dapat disimpan dalam pikiran dan diproses untuk
mencapai pemahaman. Makin banyak jumlah informasi yang harus dipelajari peserta
didik untuk memahami sesuatu, makin banyak langkah-langkah yang harus ditempuh.
3) Kekuatan
Kuasa dari suatu penyajian dapat juga diartikan sebagai
kemampuan penyajian itu untuk menghubungkan hal-hal yang keliyatannya terpisah.
c
Perincian urutan penyajian materi pelajaran
Pendekatan pembelajaran dilakukan dengan siswa dibimbing
melalui urutan masalah, sekumpulan materi pelajaran yang logis dan sistematis
untuk meningkatkan kemampuan dalam menerima, mengubah dan mentransfer apa yang
telah dipelajari. Urutan materi sangat berpengaruh pada tingkat kemampuan siswa
dalam menguasai materi tersebut. Yang mempengaruhi dalam urutan optimal suatu
materi adalah factor belajar sebelumnya, tingkat perkembangan anak, sifat
materi pelajaran dan perbedaan individu.
d
Cara pemberian “reinforcement”
Brunner mendukung adanya hadiah dan hukuman dalam
pembelajaran yang digunakan sebagai reinforcement untuk siswa. Sebab Brunner
mengakui bahwa suatu ketika hadiah ekstrinsik bisa berubah menjadi dorongan
yang bersifat intrinsic. Demikian juga pujian dari guru adalah dorongan
bersifat ekstrinsik dan keberhasilan memecahkan masalah menjadi dorongan yang
bersifat intrinsic.
3. David Ausubel
Ausuble mngemukakan tentang belajar bermakna (meaningful
learning). Belajar bermakna adalah proses mengaitkan informasi baru dengan
konsep-konsep yang relevan dan terdapat dalam struktur kognitif seseorang.
Prasyarat belajar bermakna adalah: materi yang akan dipelajari bermakna secara
potensial dan anaj yang belajar bertujuan melaksanakan belajar bermakna. Empat
prinsip pembelajaran, antara lain:
a
Pengatur Awal (Advance Organizer)
Pengatur awal atau bahan pengait dapat digunakan guru dalam
membantu mengaitkan konsep lama dengan konsep baru yang lebih tinggi maknanya.
Penggunaan pengatur awal yang tepat dapat meningkatkan pemahaman berbagai macam
materi pelajaran, terutama materi pelajaran yang mempunyai struktur yang
teratur. Pada saat mengawali pembelajaran dengan presentasi suatu pokok bahasan
sebaiknya “pengatur awal” itu digunakan, sehingga pembelajaran akan lebih
bermakna.
b
Diferensiasi Progresif
Di dalam proses belajar bermakna perlu
adanya pengembangan dan elaborasi konsep-konsep. Caranya unsure yang paling
umum dan inklusif diperkenalkan lebih dahulu kemudian baru yang lebih
mendetail, berarti proses pembelajaran dari umum ke khusus.
c
Belajar Superordinat
Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang
mengalami pertumbuhan ke arah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi
dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses
belajar tersebut akan terus berlanjut hingga suatu saat ditemukan hal-hal
baru. Belajar superordinat akan terjadi bila konsep-konsep yang telah
dipelajari sebelumnya merupakan unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas
dan inklusif.
d
Penyesuaian Integratif
Pada suatu saat siswa kemungkinan akan menghadapi kenyataan
bahwa dua atau lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama
atau bila nama yang sama diterapkan pada lebih satu konsep. Untuk mengatasi
pertentangan kognitif itu, Ausuble juga mengajukan konsep pembelajaran
penyesuaian integrative. Caranya, materi pelajaran disusun sedemikian rupa,
sehingga guru dapat menggunakan hierarki-hierarki konseptual ke atas dank e
bawah selama informasi disajikan.
Implikasi prinsip pembelajaran
menurut aliran behavioristik secara umum sebagai berikut
a. guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
b. Guru
harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
c. Bahan
yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d. Berikan
peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
e. Di
dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan
diskusi dengan teman-temanya.
C.
Pembelajaran
Menurut Aliran Humanistik
Dihadapkan
pada dua pilihan antara behaviorisme dan psikoanalisis yang termasuk
kognitivisme banyak pakar psikologi di era tahun 1950-an dan 1960-an yang
memilih ke alternatif konsepsi psikologis sifat dasar manusia. Freud telah
memusatkan perhatian pada kekuatan sisi gelap ketidaksadaran, dan Skinner hanya
tertarik pada pengaruh penguatan dari perilaku yang dapat diamati. Lahirlah Psikologi
Humanistik untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang kesadaran pikiran,
kebebasan kemauan, martabat manusia, kemampuan untuk berkembang dan kapasitas
refleksi diri. Karena menjadi alternatif terhadap behaviorismedan kognitivisme,
Psikologi humanistik atau humanisme menjadi lebih terkenal sebagai “kekuatan
ketiga.”
Humanisme dipelopori oleh pakar psikologi Carl
Rogers dan Abraham Maslow. Menurut Rogers, semua manusia yang lahir sudah
membawa dorongan untuk meraih sepenuhnya apa yang diinginkan dan berperilaku
dalam cara yang konsisten menurut diri mereka sendiri. Rogers, seorang
psikoterapis, mengembangkan person-centered therapy, suatu pendekatan
yang tidak bersifat menilai ataupun tidak memberi arahan yang membantu klien
mengklarifikasi dirinya tentang siapa dirinya sebagai suatu upaya fasilitasi
proses memperbaiki kondisinya. Hampir pada saat yang bersamaan, Maslow
mengemukakan teorinya bahwa semua orang memiliki motivasi untuk memenuhi
kebutuhannya yang bersifat hierarkhis. Pada bagian paling bawah dari hirarkhi
ini adalah kebutuhan-kebutuhan fisikal seperti rasa lapar, haus, dan mengantuk.
Di atasnya adalah kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa memiliki dan cinta,
dan kepercayaan diri yang berkaitan dengan kebutuhan akan status dan
pencapaian. Ketika berbagai kebutuhan ini terpenuhi, Maslow yakin, orang akan
meraih aktualisasi diri, suatu puncak pemenuhan kebutuhan dari
seseorang. Sebagaimana kata Maslow, “Seorang musisi haruslah mencipta lagu,
seorang pelukis harus melukis, seorang penyair harus menulis puisi, jika ia
ingin damai dengan dirinya. Apa yang ia mampu lakukan, ia harus lakukan.”
Gagasan lain dari humanisme dapat
diringkas sebagai berikut:
1
Setiap orang memiliki
kapasitas untuk berkembang.
2
Setiap orang memiliki
kebebasan untuk memilih tujuan hidupnya.
3
Humanisme menekankan
pentingnya kualitas hidup manusia.
4
Setiap orang memiliki
kemampuan untuk memperbaiki kehidupannya.
5
Persepsi pribadi
seseorang terhadap dirinya sendiri lebih penting dari lingkungan.
6
Setiap orang memiliki
potensi untuk memahami dirinya sendiri.
7
Setiap orang seharusnya
memberikan dukungan pada orang lain sehingga semua memiliki citra diri yang
positif serta pemahaman diri yang baik.
8
Carl Rogers menekankan
pentingnya suasana lingkungan yang hangat dan bisa menjadi terapi.
9
Abraham Maslow
berpendapat bahwa potensi kita sesunggahnya tidak terbatas.
10 Terjadinya
kebersamaan disebabkan adanya persepsi positif satu sama lain.
11 Rogers
berpendapat bahwa seseorang akan tidak mempercayai hal-hal positif dari dirinya
dan rasa percaya dirinya rendah bila ada anggapan positif orang lain namun
bersyarat.
12 Konsep-diri
adalah bagaimana seseorang mengenal potensinya, perilakunya, dan
kepribadiannya.
13 Realita
adalah bagaimana sesungguhnya diri seseorang sedangkan idealisme adalah
bagaimana seseorang menginginkan dirinya menjadi apa.
14 Anggapan
positif tanpa syarat, ketulusan dan empati membantu memperbaiki hubungan
seseorang dengan orang lain.
15 Seseorang
akan bermanfaat bagi orang lain apabila terbuka terhadap pengalaman, tidak
terlalu mementingkan diri, peduli pada sekitarnya, dan memiliki hubungan yang
harmonis dengan orang lain.
16 Aktualisasi
diri adalah dorongan untuk mengembangkan potensi secara penuh sebagai manusia
dari diri seseorang.
Salah
satu kritikus terhadap humanisme mengatakan adalah sulit untuk mengukur
aktualisasi diri. Ada juga yang berpendapat humanisme terlalu optimis dalam
memandang manusia. Yang lain lagi mengatakan humanisme membangkitkan rasa
kekaguman pada diri sendiri.
Implikasi
Teori Belajar Humanistik
a. Guru
Sebagai Fasilitator
Psikologi humanistik memberi
perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah berbagai cara
untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas sifasilitator. Ini
merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa guidenes(petunjuk):
1. Fasilitator
sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok,
atau pengalaman kelas
2. Fasilitator
membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam
kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3. Dia
mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan
tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang
tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4. Dia
mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas
dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5. Dia
menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Di
dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik
isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi
dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7. Bilamana
cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat
berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota
kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti
siswa yang lain.
8. Dia
mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai
suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
9. Dia
harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan
yang dalam dan kuat selama belajar
10. Di
dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk
menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
b.
Siswa sebagai pelaku utama dalam pembelajaran
Aplikasi
teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran
yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik
adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi,
kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi
pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan
pembelajaran.
Siswa
berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan
potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat
negatif.
Tujuan
pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun
proses yang umumnya dilalui adalah :
1. Merumuskan
tujuan belajar yang jelas
2. Mengusahakan
partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan
positif.
3. Mendorong
siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif
sendiri
4. Mendorong
siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
5. Siswa
di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,
melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang
ditunjukkan.
6. Guru
menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai
secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala
resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7. Memberikan
kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8. Evaluasi
diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
Pembelajaran berdasarkan teori
humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang
bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis
terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa
merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola
pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi
manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur
pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain
atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
D.
Pembelajaran
Menurut Aliran Kontemporer
Pembelajaran
teori kontemporer adalah pembelajaran berdasarkan teori belajar
konstruktivisme. Para Kontruktivisme
seperti Von Glaseerfeld, Bettencourt mengatakan pembelajaran berfungsi membekali kemampuan siswa mengakses
berbagai informasi yang dibutuhkan dalam belajar. Sesuai dengan prinsip belajar
teori konstruktivisme, maka dalam pembelajarannya nampak ada pergeseran fungsi
guru dan buku sumber sebagai sumber informasi. Guru lebih berfungsi membekali
kemampuan siswa dalam menyeleksi informasi yang dibutuhkan. Karena, teori belajar
ini paling luas aplikasinya dan menekankan pada pembelajaran yang aktif,
artinya: pengajar dan siswa sama-sama aktif, siswa mengkonstruksi pengetahuan
(student-centered learning) dan pengajar aktif sebagai fasilitator. Siswa
ditantang untuk membangun sendiri pemahaman atas fakta, konsep, hokum, dan
teori, serta berbagi bentuk hubungan diantara unsure-unsur ilmu pengetahuan
ini.
Proses belajar dimulai pada saat
siswa menerima dan menyeleksi rangsanagn yang masuk ke dalam struktur
kognitifnya, dilanjutkan dengan pembentukan makna. Selanjutnya, makna atau
pemahaman yang sudah terbentuk akan diuji/divalidasi dengan menggunakan memori
jangka pendek dn jangka panjang yang juga sudahj ada di dalam struktur kognitif
siswea, untuk diasumsikan atau diintergrasikan ke dalam struktur kognitif
tersebut. Denagn demikian, struktur kognitif siswa menjadi lebih kaya,
kompleks, dan lenkap. Struktur kognitif yang lebihkaya, kompleks, dan lengkap
ini memungkinkan siswa untuk menjalani tugas-tugas belajar yang lebih tinggi
derajatnya. Guru sebagi fasilitator artinya : guru menjadi orang yang siap
memberikan bantuan kepada siswa/peserta didik bila diperlukan. Terutama, bantuan
dalam menentukan tujuan belajar, memilih bahan dan media belajar, serta dalam
memecahkan kesulitan yang tidak dapat dipecahkan siswa sendiri.
Teori belajar Kontemporer
(konstruktivistik) paling luas aplikasinya karena konstruktivisme mampu
menjawab dua tantangan dalam pembelajaran pada masa kini. Tantangan yang
pertama, datang dari adanya perubahan persepsi tentang belajar itu sendiri dan
tantangan kedua datang dari adanya teknologi informasi dan telekomunikasi yang
memperlihatkan perkembangan yang luar biasa. Konstruktivisme
menjawab tantangan yang pertama dengan meredefinisi belajar sebagai proses
konstruktif dimana informasi diubah menjadi pengetahuan melalui proses
interpretasi, korespondensi, representasi, dan elaborasi. Sementara itu,
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu pesat yang menawarkan
berbagai kemudahan-kemudahan baru dalam pembelajaran memungkinkan terjadinya
pergeseran orientasi belajar dari outside-guided menjadi self-guided dan dari
knowledge-as-possesion menjadi knowledge-as-construction. Lebih dari itu,
teknologi ini ternyata turut pula memainkan peran penting dalam memperbaharui
konsepsi pembelajaran yang semula fokus pada pembelajaran sebagai semata-mata
suatu penyajian berbagai pengetahuan menjadi pembelajaran sebagai suatu
bimbingan agar mampu melakukan eksplorasi sosial budaya yang kaya akan
pengetahuan.
Konstruktivisme dan teknologi
komputer, secara terpisah maupun bersama-sama telah menawarkan peluang-peluang
baru dalam proses pembelajaran, baik di ruang kelas, belajar jarak jauh maupun
belajar mandiri. Bentuk pembelajaran “student-centered learning” yang lain
adalah belajar aktif, belajar kooperatif dan kolaboratif, generative learning,
dan problem-based learning. Sedangkan model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan
teori konstruktivisme yang cukup
terkenal sekarang ialah
pembelajaran kontekstual dan kuantum.
Model Pembelajaran Kuantum
Pengertian Quantum Teaching dapat di pahami melalui tiga hal yaitu :
1.
Quantum berarti interaksi yang berarti mengubah energi menjadi cahaya.
Teaching berarti pembelajaran, untuk menghilangkan kesan “dominasi” tugas guru
terhadap siswa, dan memberikan “pengakuan” lebih terhadap kemampuan siswa untuk
belajar dengan bantuan dan bimbingan guru (Rusda Kto Sutadi, 1996:10). Jadi
Quantum Teaching atau pembelajaran kuantum adalah pembelajaran yang
mengorkestrasikan berbagai interaksi yang berada di dalam dan di sekitar momen
belajar, sehingga kemampuan dan bakat alamiah siswa berubah menjadi cahaya
(kemampuan aktual)
2.
Percepatan belajar, berarti
menyingkirkan hambatan yang menghalangi proses belajar alamiah dengan sengaja
seperti menggunakan musik, mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun bahan
pengajaran yang sesuai, cara efektif Penyajian, dan keterlibatan aktif.
3.
fasilitasi, merujuk pada
implementasi strategi yang menyingkirkan hambatan belajar, mengembalikan proses
belajar ke keadaannya yang mudah dan alami. Fasilitasi termasuk penyediaan alat
bantu yang memudahkan siswa belajar.
Dalam proses pembelajaran terjadi oskestrasi (penggubahan, penyelarasan,
pemberdayaan komunitas belajar), sehingga orang-orang yang terlibat sama-sama
merasa senang dan bekerja saling membantu untuk mencapai hasil yang optimal.
Asas utama
Pembelajaran kuantum di rancang berdasar tiga hal, yaitu: asas utama,
prinsip-prinsip dan model. Belajar adalah kegiatan full contact, suatu kegiatan
yang melibatkan seluruh kepribadian manusia (pikiran, perasaan dan bahasa
tubuh) disamping pengetahuan, sikap dan keyakinan sebelumnya serta persepsi
masa datang. Belajar berurusan dengan orang secara keseluruhan, kegiatan ini
dapat dicapai jika guru telah memasuki kehidupan siswa caranya yaitu dengan
mengaitkan apa yang di ajarkan guru dengan peristiwa, pikiran atau perasaan
yang diperoleh dari kehidupan rumah, sosial, atletik, musik, seni, rekreasi
atau akademik siswa.
Prinsip-prinsip pembelajaran
Kuantum
Prinsip yang digunakan dalam pembelajaran kuantum terdiri dari :
1.
segalanya berbicara
prinsip segalanya berbicara mengandung pengertian bahwa segala sesuatu di
ruang kelas “berbicara” – mengirim pesan tentang belajar dari lingkungan kelas
hingga bahasa tubuh guru, dari kertas yang di bagikan hingga rancangan
pelajaran. Dalam proses pembelajaran, guru wajib mengubah kelas menjadi
“komunitas belajar” masyarakat mini yang setiap detailnya telah di ubah untuk
mendukung belajar optimal dari cara mengatur bangku, menentukan kebijakan kelas,
cara merancang pengajaran.
2.
prinsip segalanya bertujuan
berarti semua upaya yang di lakukan
guru dalam mengubah kelas mempunyai tujuan, yaitu agar siswa dapat belajar
secara optimal untuk mencapai prestasi tertinggi.
3.
pengalaman sebelum peberian nama
proses belajar paling baik
terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama
untuk hal-hal yang mereka pelajari. Pengalaman menciptakan ikatan emosional dan
peluang untuk penamaan. Pengalaman juga menciptakan pertanyaan mental, membangun
keingintahuan siswa. Dalam kondisi demikian barulah guru memberikan nama :
menjelaskan materi pelajaran. Model pembelajaran kuantum mengambil bentuk
hampir sama dengan sebuah simponi yang membagi unsur pembentuk mencari dua
kategori yaitu : konteks dan isi.
4.
Akui setiap usaha
5.
jika layak di pelajari, maka
layak pula dirayakan
DAFTAR PUSTAKA
Syah, Muhibbin.
2004. Psikologi Pendidikan dengan
Pendekatan Baru. Bandung: Rosdakarya.
Rifa’I, Achmad.
2009. Psikologi Pendidikan. Semarang: Unnes Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar