Jumat, 27 Mei 2011

makalah pbsi kelas tinggi tentang membaca dan sastra anak

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan sastra dan bahasa Indonesia mempunyai peranan yang penting didalam dunia pendidikan. Seperti yang kita ketahui bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Oleh karena itu, kita harus mempelajari ilmu pendidikan tentang bahasa dan sastra Indonesia. Agar kita dapat belajar dan mengetahui bagaimana cara kita menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Terutama bagi calon pendidik, pendidikan bahasa dan sastra Indonesia dirasakan memang sangat penting. Karena ketika seorang pendidik memberikan pengajaran kepada anak-anak didiknya, ia harus bisa menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Apabila seorang pendidik mengunakan bahasa yang kurang baik, maka akan dicontoh oleh anak-anak didiknya.

Dewasa ini, dari sekian banyak orang, yang bisa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar amat sedikit. Bahkan yang lebih parahnya masi ada diantara mereka yang sama sekali tidak bisa membaca (buta huruf). Oleh karena itu anak-anak harus belajar membaca dari kecil karena membaca angat penting. Dengan membacalah kita dapat berbagai macam pengetahuan. Disinilah peran seorang guru/pendidik yang harus memberantas buta huruf.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana hubungan antara membaca dengan sastra dalam pengembangan pembelajaran membaca berdasarkan karya sastra anak?

C. Tujuan

1. Mengetahui hubungan antara membaca dengan sastra dalam pengembangan pembelajaran membaca berdasarkan karya sastra anak


BAB III

MEMBACA DAN SASTRA ANAK

A. Pengertian Membaca dan Sastra

Secara keseluruhan mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar, berkomunikasi, dan menggunakan pikiran juga perasaan, serta membina persatuan dan kesatuan bangsa. Di SD, khususnya di kelas 1 dan 2 diutamakan pengembangan kemampuan berbahasa Indonesia sederhana melalui membaca, menulis, mengarang dan imla (dikte) dengan menggunakan bahasa Indonesia baku. Untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan dasar menggunakan bahasa, dalam kegiatan kegiatan belajar di kelas 1 dan 2 diberikan pengetahuan sederhana tentang lingkungan alam dan sosial.

Menurut Spodek dan Saracho, membeca merupakan proses mendapatkan makna dari barang cetak. Ada dua cara yang ditempuh dalam membaca untuk memperoleh makna dari barang cetak yaitu :

1. Langsung, yakni menghubungkan ciri penanda visual dari tulisan dengan maknanya.

2. Tidak langsung, yakni mengidentifikasi bunyi dalam kata dan menghubungkannya dengan makna.

B. Kaitan Membaca dan Sastra

Sartra berfungsi menghibur dan sekaligus mendidik, sehingga paling sedikit yang diperoleh dari sastra yaitu memahami kebutuhan akan kepuasan pribadi dan pengembangan kemampuan bahasa. Kepuasan pribadi anak-anak setelah membaca karya sastra sangat penting, artinya selain mereka diminta menguasai keterampilan membaca selanjutnya karya sastra juga berfungsi mengembangkan wawasan.

Dalam fungsi karya sastra dalam mengembangkan kemampuan berbahasa dapat disebut sebagai nilai pendidikan. Banyak hasil pendidikan yang menunjukan keefektipan karya sastra dalam mengembangkan kemahiran berbahasan. Misalnya: Sorolski dkk, menemukan bahwa buku bergambar yang baik dapat merangsang peningkatan pikiran dan perasaan anak secara lisan.

1. Sastra anak-anak dan pengembangan keberwacanaan

Kebewaraan adalah kemampuan membaca dan menulis dalam menunaikan tugas-tugas yang berkaitan dengan dunia kerja dan kehidupan diluar sekolah (Tompkins, 1991:81). Pengembangan membaca dan menulis telah diamanatkan di dalam kurikulum Pendidikan Dasar khususnya pendiikan dasar yang diselenggarakan di SD.

Pelajaran Bahasa Indonesia berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui kegiatan membeca dan menulis (Kurikulum Pendidikan Tahun 1994). Pengembangan keberwacanaan dapat dilaksanakan melalui pemanpaatan ini anak-anak sebagai media pembelajaran membaca dan menulis. Pemanpaatan ini didasarkan pada asumsi bahwa sastra dapat mengembangkan bahasa, sastra dapat mengembangkan bahasa anak (Huck, 1987: Ellis, 1989)

Istilah keberwacanaan merupakan terjemahan “Literacy” dari bahasa Inggris. Semula, literacy diartikan sebagai pengetahuan tentang cara membaca (keberaksaraan) tetapi kemudian karena tujuan yang diharapkan bukan sekedar mengenal aksara atau tulisan. Para guru memperkrnalkan komputer pada anak SD dan mengembangkan keberwacanaan komputer (computer literacy).

Bagaimanapun, keberwacanaan adalah suatu alat atau sarana yang dipakai untuk belajar tentang dunia dan untuk berperan penuh dalam masyarakat.

2. Awal keberwacaan

Keberwacanaan adalah proses yang dimulai sebelum pendidikan dasar berlanjut kemasa dewasa. Keberwacanaan dilakukan pada anak berumur 5 tahun atau pada saat memasuki taman kanak-kanak. Sebagai “persiapan” untuk pembelajaran membaca dan menulis yang akan dimulai secara formal pada tingkat pertama.

Imflikasi dari hal ini adalah bahwa dalam perkembangan anak-anak ada saat-saat yang tepat untuk mengajari mereka membaca. Persfektif tentang cara anak menjadi anak itulah yang disebut awal keberwacanaan (emergency literacy).

Berdasarkan keberwacanaan ditentukan oleh 4 komponen, atau 4 elemen umum yaitu:

1. Pesan tekstual (textual intent)

2. Daya tawar (negotiability)

3. Bahasa digunakan untuk meningkatkan bahasa (language use to tinetune language)

4. Pengambilan risik (risk takinag)

3. Fungsi sastra anak-anak dalam pengembangan keberwacanaan

Pada bagian awal tulisan ini dikemikakan bahwa keberwacanaan mnengacu pada kemampuan membaca dan menulis. Terkait dengan dua kemampuan inilah fungsi sastra anak-anak dalam pengembangan keberwacanaan dijelaskan dengan memanfaatkan informasi (Huck, 1987: 15-16) menyimak cerita dapat memperkenalkan anak pada pola-pola bahasa dan mengembangkan kosakata serta maknanya, peran membaca juga cukup signifikan dalam pengembangan menulis.

Smith mengetakan pengembangan komposisi dalam menulis tidak dapat dikembangkan dalam menulis saja tetapi menuntut aktifitas membaca dan kegemaran membaca. Hanya dari bahasa tulis orang lain anak-anak dapat mengamati dan memahami konvesi serta gagasan secara bersama-sama (Huck, 1987).

C. Sastra Sebagai Landasan Pengembangan Membaca

Program pembelajaran sastra yang berlandaskan sastra menggunakan berbagai endekatan dan strategi untuk membentu keterampilan berbahasa. Pembelajaran bersifat terpadu yang sudah diterapkan dalam situasi kelas yang bagaimanapun. Jadwal membaca tiap hari dapat digabarkan dengan cara, yaitu waktu dua jam dipandang sudah sesuai karena keterampilan berkomunikasi dalam bidang membaca, menulis, menyimak dan berbicara diajarkan secara terpadu.

1. Kegiatan membaca sastra dapat dilakukan dengan cara:

a) Kegiatan terarah

Guru memerlukan waktu khusus untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan tertentu kepada kelompok anak atau seluruh anak di kelas. Dalam keseluruhan program pembelajaran bahasa kegiatan terarah kadang-kadang berwujud pembelajaran strategi membaca. Misalnya murid menanggapi ilustrasi cerita, membuat ilustrasi hasil karya sastra sendiri, mendemonstrasikan peristiwa dan sebagainya.

b) Kegiatan bebas

Anak-anak perlu sekali diberikan kesempatan untuk memprakarsai kegiatan-kegiatan mereka sendiri dan bertanggung jawab untuk melaksanakannya. Memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk membuat keputusan, mengatasi masalah, dan bertanggung jawab atas kegiatan belajar, mereka sendiri dapat mempersiapkan anak-anak menghadapi tuntutan dunia kerja dalam kehidupan yang sebenarnya.

c) Kegiatan murid-guru

Diadakan diskusi antara murid dan guru untuk menolng anak-anak yang memerlukan peningkatan dalam hal keterampilan khusus atau pemahaman. Melalui diskusi-diskusi, murid dengan guru dapat mengumpulkan informasi penting mengenai minat anak, sikap terhadap kegiatan membaca dan perkembangan dalam keterampilan membaca dan keterampilan berpikir.

Diskusi murid dan guru tersebut hendaknya mengandung hal-hal berikut:

1. Diskusi dapat difokuskan pada unsur-unsur bacaan, konsep atau permasalahan yang ada dalam bacaan pengarang atau jenis karya sastra.

2. Ajukan pertanyaan-pertanyaan yang menuju pada hal-hal tertentu sehingga murid yang bersangkutan terlihat dalam kegiatan berpikir tingkat tinggi (menganalisis, mensintesa dan mengevaluasi).

3. Membaca nyaring bagian bacaannya dipilih sendiri oleh murid yaitu bagian yang dia sukai.

4. Diskusi difokuskan pada proses pemilihan kegiatan, rencana untuk mengatasi hambatan penyelesaian tugas.

5. Saran untuk kegiatan membaca selanjutnga dan petunjuk mengenai pengembangan ketermpilan.

2. Karakteristik sastra sebagai bahan ajar kemampuan berbahasa

Sebagai bahasa ajar, sastra memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh bahan bahasa ajar yang lain, yaitu bahasa, struktur teks, isi pesan, asfek kejiwaan yang ditumbuhkembangkan dan strategi perangkapan isi teks yang diperlikan.

Bahasa teks sastra berciri kontatif atau kiasan, dilihat dari aspek semantis yang dikandungnya, bersifat informal bila dilihat dari segi bahasanya, banyak mengandumg majas, dan menonjolkan ciri wacana narasi dan deskrifsi. Dilihat dari isi, teks sastra mengandung pesan-pesan kemanusiaan, pesan-pesan ini bersifat tidak langsung.

Dilihat dari struktur teksnya, teks sastra mengandung karakter/tokoh, alur, peristiwa, setting, dan sudut penceritaan. Aspek kejiwaan meliputi daya nalar, kepekaan emosi, daya imajinasi, perluasan wawasan dan daya kreasi. Daya nalar ditumbuh kembangkan melalui pemahaman dan penghayatan terhadap permasalahan kemanusiaan dan lingkungan hidup. Emosi ditumbuh kembangkan melalui penghayatan karakter tokoh dan peristiwa-peristiwa kehidupan. Daya imajinasi ditumbuh kembangkan melalui kegiatan berpikir asosiatif yakni mengasasikan peristiwa yang disuguhkan dalam teks sastra yang dibacanya dengan peristiwa sehari-hari. Daya kreasi ditumbuh kembangkan melalui kegiatan berpikir divergen (yang diarahkan untuk menumbuh kembangkan kebersamaan dan kemampuan anak mengemukakan pendapat), kegiatan berpikir rekreatif, dan kegiatan kreatif. Wawasan yang dimaksudkan disini adalah berkembangnya wawasan anak yang diakibatkan oleh aktifitas belajar yang telah dilakukannya.

Pembaca sastra memerlukan strategi baca yang berbeda dengan strategi membaca teks-teks nonsastra, itu disebabkan oleh bahasa sastra bersifat konotatif/kias, yang berarti pesan disajikan oleh pengarang secara terselubung. Nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra, yaitu nilai keindahan dan nilai moral akan meresap dan berkembang dalam diri anak secara alami.

Karya sastra dapat menolong anak-anak memahami dunia mereka, membentuk sikap-sikap yang positif, dan menyadari hubungan dengan manusia. Lewat karya sastra anak-anak dapat mempelajari dan memaknai dunia mereka misalnya dengan membaca karya sastra yang melukiskan seorang anak yang sering menolong sehingga disayang oleh gurunya dan teman-temanya, anak akan mengerti bahwa mereka harus bersukap seperti itu agar banyak yang sayang.

3. Pemanfaatan Bahan Ajar Sastra Bagi Penumbuhkembangan Kemampuan Berbahasa

Pengajaran bahasa Indonesia dimaksudkan untuk menyiapkan agar anak mampu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Pengajaran yang demikian pada hakekatnya adalah pengajaran yang dimaksudkan untuk membentuk kompetensi komunikasi. Kompetensi ini memiliki empat unsur pokok yaitu pengetahuan dan penguasaan kaidah tatabahasa baik fonologi, morfologi, sintaksis maupun sematik. Pengajaran apresiasi sastra dengan bahan bahan ajar sastranya, berfungsi sebagai wahana penbentukan kompetensi komunikasi khusus kepada anak. Kompetensi yang dimaksud disini adalah kompetensi komunikasi sastra dan kompetensi komunikasi bahasa yang lain yang berarah emotif-imajinatif.

Pengajaran bahasa dengan bahan ajar sastra mengajak anak untuk memahami karakteristik bahasa sastra sebagai salah satu ragam bahasa Indonesia, dan karakteristik komunikasi sastra sebagai salah satu bentuk komunikasi tulis bahasa Indonesia. Karakteristik komunikasi astra antara lain:

a. Komunikasi ini bersifat tidak langsung

b. Kehadiran penulis tidak dapat menggantikan kedudukan teks sastra yang ditulisnya

c. Konteks komunikasi sastra berdimensi ganda

d. Ada jarak antara realitas dalam teks dalam realitas kehidupan nyata dan antara teks sastra dengan penulisnya.

Pengajaran sastra dewasa ini dibagi dua golongan besar yaitu:

a. Pengajaran tentang sastra, pengajaran tentang sastra berisi teori-teori sastra.

b. Pengajaran sastra beranggapan bahwa untuk mengapresiasi karya sastra siswa harus langsung dikenalkan dan diakrabkan dengan karya sastra.

Kegiatan mengenal meliputi melihat, mendengar, menyimak, dan membaca. Kegiatan memahami meliputi kegiatan menafsirkan, mengartikan, memproposikan, mencari hubungan, menemukan pola, menarik kesimpulan dan menggeneralisasi.

4. Kedudukan pengajaran sastra dalam kurikulum 1994, dalam kurikulum 1994, tujuan dibagi atas:

a) Tujuan umum pengajaran, yakni tujuan yang harus dicapai oleh pengajaran bahasa dan sastra Indonesia.

b) Tujuan khusus pemahaman, yakni tujuan agarsiswa menguasai dan mengembangkan kemampuan-kemampuan reseptif.

c) Tujuan khusus penggunaan, yakni tujuan agar siswa menguasai dan mengembangkan kemampuan-kemampuan produktif.

Kemampuan apresiasi sastra tidak hanya untuk meningkatkan kemampuan apresiasi itu sendiri, memahami dan dapat mengapresiasi karya sastra Indonesia serta dapat mengkomunukasikan secara lisan dan tulisan. Tetapi juga pengajaran lewat sastra, pengajaran sastra yang digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan berbahasa dan mengembangkan kepribadian.

D. Pengembangan Pembelajaran Membaca Berdasarkan Karya Sastra

1. Pendekatan untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca

Menurut teori Schema, sering membaca buku dengan jumlah banyak memungkinkan anak mengembangkan pengetahuan, selanjutnya memudahkan mereka juga dapat bervariasi bacaannya. Mereka akan memiliki apresiasi terhadap karya sastra dan kemumgkinannya mereka menjadi pembaca sepanjang hidupnya (North, 1989: 426). Murid-murid perlu diberi kesempatan untuk membaca karya sastra yang mereka pilih sendiri, di samping kegiatan membaca dengan pengarahan guru. Pendekatan-pendekatan yang dapat diterapkan antara lain membaca dalam hati dalam waktu yang relatif lama tanpa diganggu, kelompok membaca.

2. Model Pegembangan Keberwacanaan Melalui Sastra

a. Model perencanaan pengembangan

Komponen-komponen pembelajaran yang perlu direncanakan meliputi tujuan pembelajaran, bentuk dan sifat pembelajaran, bahan pembelajaran serta prosedur pembelajaran (Norton & Norton, 1994:7). Untuk merumuskan tujuan pembelajaran dapat menemukannya dari tujuan umum pengajaran. Bentuk prmbelajaran dibedakan atas pembelajaran klasikal kelompok dan individu. Agar epektif dibutuhkan kerjasama antara murid dan guru meliputi kelompok kecil dan individu. Aktivitas ini dibedakan menjadi aktivitas jangka pendek, jangka lama, dan aktivitas pojok belajar. Bahan pembelajaran meliputi nama-nama buku, referensi, gambar-gambar pendukung media.

b. Strategi pengembangan

Beberapa strategi pengembangan dengan teknik utama latihan yang didasarkan pada uraian Johnson (1987) dalam Literacy Through Literature, untuk mendukung agar penerapan strategi bisa dilakukan diperlukan buku-buku sederhana dan menarik agar anak mudah juga tertantang membacanya. Dalam memilih dan mengembangkan latihan, peran guru adalah menjamin tersedianya bahan, yaitu menyajikan cerita secara lisan dan melalui latihan membimbing dan memberikan bimbingan individu pada siswa yang nerusaha menerapkan latihan pada buku latihannya.

Jenis strategi diantaranya yaitu:

1) Teknik Cloze

a. Ringkasan Model Burgs (RBM)

RBM dikembangkan dari prosedur klos yang sudah lajim melalui dua cara; pertama siswa belajar melalui ringkasan bukan dengan teks asli, kedua kata-kata terpilih digantikan kata kosong awal kata, RBM juga disajikan sebagai permainan.

b.Tangga cerita (story ladders)

Tangga cerita dibciptakan dengan membuat ringkasan cerita yang bagian akhir kalimatnya dihapus. Anak ditugaskan mengkreasikan sendiri lanjutannya tapi bukan kalimat aslinya. Anak akan senang memprediksi cerita sebelum membaca dan merevisinya setelah membaca.

2) Teknik skala

Skala penilaian dikembanngkan dengan daftar pasangan kata yang berlawanan seperti, baik/jahat, hangat/dingin, cepat/lambat dan berat/ringan. Selanjutnya anak diminta menilai tokoh cerita dengan skala yang dibuat oleh guru. Latihan ini dapat membantu siswa yang berekspresi dalam tulisan.

c. Pengajaran Sastra Indonesia

Pengajaran sastra Indonesia merupakan suatu sistem yang didalamnya mengandung beberapa komponen, maka problematik yang ada dalam pembelajaran sastra di SD dapat bersumber pada komponen-komponen berikut ini:

1) Tujuan

Sejak kurikulum SD 1975, kurikulum SD 1984, maupun kurikulum SD 1994 seperti sekarang. Pelajaran sastra Indonesia selalu dimasukan kedalam pengajaran bahasa Indonesia, khususnya di SD. Fungsi pelajaran bahasa Indonesia adalah:

      1. sarana pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa
      2. sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan bahasa Indonesia dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya
      3. sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan bahasa Indoneia untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetehuan teknologi dan eni.

Tujuam megenai sastra yaitu:

¨ Siswa mampu mengenal dan mampu membedakan bentuk-bentuk puisi, prosa dan drama.

¨ Siswa mampu membedakan ragam bahasa sastra dan ragam bahasa lainnya.

2) Isi materi pelajaran

      • materi pelajaran harus relevan terhadap tujuan intruksional yang jarus dipakai
      • materi pelakaran haru sesuai taraf kesulitannya dengan kemampuan siswa
      • materi pelajaran harus dapat menunjang motivasi siswa
      • materi pelajaran harus membantu untuk melihat diri secara aktif, baik dengan berpikir atau dengan mengadakan kegiatan
      • msteri pelajaran harus sesuai dngan prosedur didaktik yang diikuti
      • materi pelajaran harus sesuai dengan media pengajaran yang tersedia

Dengan demikian apabila peran guru dan penilaian isi materi pelajaran itu menyediakan bacaan yang bermutu, memberi kebenasan kepada anak untuk memilih bacaan yang disukainya.

3) Guru

Guru memiliki peran yang sangat penting dalam keseluruhan proses pengajaran satra di kelas, guru dituntut mempu melaksanakan tugasnya secara propesional. Guru harus memiliki 10 kopetensi yaitu:

      1. Kemampuan menguasai bahan materi bidang study.
      2. Kemampuan mengelola program belajar mengajar.
      3. Kemampuan mengelola kelas.
      4. Kemampuan menggunakan media dan sumber.
      5. Penguasaan landasan-landasan pendidikan.
      6. Kemampuan mengelola interaksi belajar megajar.
      7. Kemampuan menilai kemampuan siswa.
      8. Pengenalan fungsi dan program layanan dan bimbingan dan konseling di sekolah.
      9. Pengenalan dan penyelenggaraan admisistrasi sekolah.
      10. Pemahaman prinsip-prinsip dan penafsiran hasil-hasil penelitian guna keperluan pengajaran.

4) Siswa

Siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam pembelajaran sastra. Dalam pengajaran siswa di SD, problem yang berkaitan dengan siswa yang dapat di identifikasi antara lain motivasi minat belajar sastra, serta lingkungan belajar siswa. Timbulnya motivasi dan minat siswa belajar yang rendah tidak terlepas dari faktor lingkungan siswa, karena lingkungan merupakan sarana yang sangat mempengaruhi dalam belajar sastra. Tujuan utama pengajaran sastra hendaknya memberikan kesempatan pada siswa untuk memperoleh pengalaman bersastra baik secara reseptif maupun secara produktif. Siswa juga diberi pengetahuan tentang lukisan, lagu, melukis, selanjutnya bersastra.

5) Bentuk kegiatan belajar mengajar

Kean & Personke (1976:341) mengarahkan bahwa sebaiknya disekolah dasar, sastra jangan dipandang sebagai suatu subjek yang harus di ajak terapi sebagai suatu wahana untuk mendapatkan pengalaman, yang menyenangkan, menyedihkan, lucu, menakutkan dan lainnya. Dalam kegiatan belajar ada 2 pendekatan; pertama bertitik tolak pada pandangan bahwa sastra mempunyai kedudukan yang sama dengan bidang study yang lainnya; kedua bertitik tolak pada pandangan bahwa sastra sebagai suatu yang kehadirannya untuk dinikmati dan memberikan kesenangan. Karena kedua pendekatan itu bertentangan untuk itu yang lebih sesuai adalah menggabungkan kedua pendekatan tersebut karena muara terakhir pengajaran sastra adalah terbunanya apresiasi & kegemaran terhadap sastra yang disadari oleh pengetahuan sastra dan keterampilan bersastra.

6) Sarana dan prasarana

Sarana dan prasarana merupakan komponen pengajaran yang tak kalah penting. Perpustakaan dan kelengkapan koleksi buku-buku sastra sangat menunjang kelancaran pengajaran sastra. Demikian pula media dan alat-alat pengajaran yang lengkap sangat menentukan keberhasilan pembelajaran sastra. Problem yang dapat di identifikasi adalah sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah-sekolah SD.


PENUTUP

A. Kesimpulan

Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia mempunyai arti yang cukup penting. Poin yamg lebih penting ladi di dalam pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia terutama adalah membaca. Karena ketika kita duduk dibangku SD, hal pertama yang harus kita pelajari adalah membaca, kemudian kita akan dapat menulis juga menghitung serta merangkai berbagai macam kalimat. Jika begitu kita akan dapat membacakan karya-karya sastra. Sastra juga sarana yng diberikan untuk mengembangkan kreatifitas anak di dalam pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.

B. Saran

Sebagai seorang calon pendidik ada beberapa hal yang sapat kita lakukan diantaranya:

1. Pendidik harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar ketika memberikan pengajaran kepada anak didiknya.

2. Pendidik harus memastikan bahwa anak-anak didiknya senang, suka, juga nyaman diajar oleh kita, agar mereka dapat menerima materi dengan baik dan tidak merasa terpaksa.

3. Belajarlah terus agar menjadi guru yang profesional.


DAFTAR PUSTAKA

Rofi’udin, Ahmad dan Zuhdi, Darmiyati. 2002. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Malang : Penerbit Universitas Negeri Malang.

Tyok. 2008. Membaca dan Sastra Anak. http://tyok-profilq.blogspot.com/2010/01/membaca-dan-sastra-anak.html. (3 April 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar